Jual Pestisida Palsu, Dua Tersangka Diamankan Satreskrim Polresta Bandung

BANDUNG – Satreskrim Polresta Bandung berhasil mengungkap kasus penjualan merk obat pembasmi hama palsu (pestisida) yang terjadi di wilayah Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung Jawa Barat.

Terungkapnya penjualan merk obat pembasmi hama palsu ini, dua tersangka yakni DK (21) dan AM (48) berhasil diamankan Satreskrim Polresta Bandung.

“Dimana yang dipalsukan adalah merk syngenta, ini adalah fulisida atau pestisida yang seharusnya bermanfaat untuk para petani sebagai pembasmi hama,” kata Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo saat menggelar konferensi pers di Mapolresta Bandung. Selasa, 5 Maret 2024.

“Namun demikian isinya adalah palsu tidak bermanfaat sebagaimana seharusnya pembasmi hama,” sambungnya.

Ia menjelaskan dengan menggunakan merk syngenta, sehingga ini akan merugikan para petani. Dimana petani telah mengeluarkan biaya untuk membeli pembasmi hama, namun tidak bermanfaat.

“Oleh karenanya, selain itu juga merugikan daripada si pemegang merk daripada syngenta,” ujarnya.

“Otomatis yang palsu ini akan dijual lebih murah daripada yang aslinya, sehingga yang aslinya pemegang merk asli tentunya akan mengalami penurunan omset karena masyarakat cenderung membeli yang lebih murah,” jelasnya.

Kusworo menambahkan para tersangka menjual merk obat pembasmi hama palsu ini dengan cara online. Dimana rata-rata, tersangka menjual dengan harga Rp.12.000 hingga Rp.70.000 per botol.

“Tergantung dengan jenis produk yang dipesan konsumen dan ukuran produk,” tutur Kusworo.

“Oleh tersangka DK dijual kembali melalui market place Shopee dan Tokopedia dengan harga dari mulai Rp. 1.200.000 per dus sampai dengan Rp. 170.000 per dus,” ujar Kusworo.

“Sehingga tersangka AM tersebut mendapatkan keuntungan dari mulai harga Rp. 2.000.000 sampai dengan Rp.3.000.000,- setiap seminggu sekali,” lanjut Kusworo.

Sedangkan tersangka DK mendapatkan keuntungan setiap bulan sebesar Rp.5.000.000 hingg Rp.10.000.000 per bulan

Menurut keterangan dari salah satu tersangka, memproduksi dan memperdagangkan produk pungisida merek syngenta tersebut sejak tahun 2021. Sehingga total keuntungan yang sudah didapatkan selama kurang lebih dua tahun sebesar Rp.72.000.000.

“Pengungkapan kasus ini juga untuk menjawab terkait mahalnya harga beras saat ini, maka dari itu kami melakukan penindakan terhadap faktor-faktor pangan, beras maupun sumber daya pertanian,” jelas Kusworo.

Atas perbuatannya kedua tersangka dijerat Pasal 100 dan 102 UU Merk, tentang barang siapa tanpa hak menggunakan merk, dimana merk tersebut telah terdaftar oleh pihak lain, maka diancam dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun pidana penjara.

Sementara itu Mirna Mutiara, Bisnis Sustainability Manager PT Syngenta Indonesia, mengatakan, akibat adanya pemalsuan ini yang paling dirugikan dan terdampak adalah para petani.

“Karena ketika petani gunakan (pestisida palsu), maka panen akan gagal. Ketika gagal panen kita tidak ada produksi pangan. Ketika tidak ada produksi pangan dampaknya gangguan terhadap ketahanan pangan. Ketika petani mengalami kegagalan, itu dampaknya terhadap perekonomian petani,” ungkap Mutiara.

Mutiara mengatakan, pihaknya mengetahui adanya barang palsu tersebut dari keluhan dan aduan para petani yang menjadi korban.

“Jadi mereka (petani) mengadukannya lewat sosial media resmi Syngenta. Dari situ kami mulai menelusuri,” katanya.

Ditanya terkait perbedaan barang palsu dan asli, ia tidak menjelaskan secara rinci. Namun yang pasti, kata Mutiara, yang membedakan paling menonjol itu dari warna cairannya. Kemudian ketika dipakai biasanya dalam seminggu kelihatan hasilnya, ternyata tidak.

“Jadi harapannya agar petani yang justru jadi pengawas. Di mana belinya. Mendeteksi ketika itu terlihat palsu dan melaporkan. Kasian petani-petani yang lain. Kalau mau beli produk asli itu di toko resmi khusus pertanian,” pungkasnya.*